MAKALAH
TINDAK PIDANA KORUPSI (TIPIKOR)
Disusun Oleh :
M Iqbal Alfian
UNIVERSITAS
PUTRA INDONESIA (UNPI)
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT yang
senantiasa memberikan Rahmat dan Hidayahnya. Shalawat dan salam tak lupa pula
kita kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita
jalan kebenaran lewat ajaran yang telah dibawaknya. Kami selaku yang ditugaskan
untuk menyusun makalah ini sangat bersyukur kepada Allah SWT. Karena berkat bimbingannya
makalah ini dapat diselesaikan dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan keilmuan bagi siapapun yang membacanya, utamanya para
Mahasiswa yang sedang bergelut pada bidang Ilmu Hukum. Demikianlah makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah “TINDAK PIDANA KORUPSI” saya
selaku penyusun makalah ini memohon saran dan kritik yang membangun kepada para
pembaca, utamanya Dosen terkait dengan materi makalah ini untuk penyempurnaan
penyusunan makalah berikutnya.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………….....................
Daftar Isi…………………………………………………….....………………………………..
BABIPendahuluan
A.Latar Belakang………………………………………….........……………………………….
BABIIPembahasan
A.Pengertian Umum……………….................……………....……………………………….
B.Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum….…....................………………………………
C. Cara Bertindak Dalam Menangani Perkara………………...………………………………
D. Pelaksanaan Kode Etik Advokat/Penasehat Hukum…........………………………………
E. Kode Etik Advokat…………….............…………………………………………………..
F. Fungsi Advokat……………………………………………………………………………… 4
G. Upaya Penindakan (Kuratif)..................………………………………………………….
H. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa………………………………………………….
I. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)…….....………………………….
BABIIIPENUTUP
A. Kesimpulan……………………………......………………………………………………..
B. Saran……………………………………...…………………………………………………
Daftar Pustaka ……………………………….................…………………………………… ...
BAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindak pidana korupsi
merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di samping mempunyai
spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana khusus, seperti adanya
penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur maka
tindak pidana korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan
seminimal mungkin terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan
perekonomian negara.
Dengan diantisipasi sedini dan
seminimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda perekonomian dan pembangunan
dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga lambat laun akan membawa
daampak adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pada
umumnya.
Di berbagai belahan dunia,
korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak
pidana lainnya. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh
berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini
dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan
sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai demokrasi dan
moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi budaya.
Korupsi merupakan ancaman
terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur Selama ini korupsi lebih
banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak
pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai
kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan
negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang
cenderung sulit untuk ditanggulangi.
Sulitnya
penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputus bebasnya
terdakwa kasus tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh
terdakwa yang tidak sebanding dengan apa yang dilakukannya. Hal ini sangat
merugikan negara dan menghambat pembangunan bangsa. Jika ini terjadi secara
terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat meniadakan rasa keadilan dan rasa
kepercayaan atas hukum dan peraturan perundang-undangan oleh warga negara.
Perasaaan
tersebut memang telah terlihat semakin lama semakin menipis dan dapat
dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang ingin melakukan aksi main hakim
sendiri kepada pelaku tindak pidana di dalam kehidupan masyarakat dengan
mengatasnamakan keadilan yang tidak dapat dicapai dari hukum, peraturan
perundang-undangan, dan juga para penegak hukum di Indonesia.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah
merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materil keuangan negara yang sangat besar. Namun
yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif
dengan alih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar batas
kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian terjadi
hampir di seluruh wilayah tanah air.
Hal itu merupakan cerminan rendahnya moralitas
dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung.
Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau
kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadi yang
paling rendah maka jangan harap negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi?
2. Bagaimana Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi?
3. Apa Persepsi Masyarakat tentang Korupsi?
4. Bagaimana Fenomena Korupsi di Indonesia?
5. Apa saja Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi?
6. Bagaimana Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian tentang Tindak Pidana Korupsi
2. Memahami Dampak yang diakibatkan oleh Tindak Pidana Korupsi
3. Mengetahui Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
4. Memahami Fenomena Korupsi di Indonesia
5. Mengetahui Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
6. Dan Memahami Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi
BAB
II
PEMBAHASAN
A. . Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata
Latin “Corruptio” atau “Corruptus” yang kemudian muncul dalam bahasa Inggris
dan Prancis “Corruption”, dalam bahasa Belanda “Korruptie” dan selanjutnya
dalam bahasa Indonesia dengan sebutan “Korupsi” (Dr. Andi Hamzah, S.H., 1985:
143). Korupsi secara harfiah berarti jahat atau busuk (John M. Echols dan
Hassan Shadily, 1977: 149), sedangkan A.I.N Kramer ST. menerjemahkannya sebagai
busuk, rusak, atau dapat disuapi (A.I.N. Kramer ST. 1997: 62). Oleh karena itu,
tindak pidana korupsi berarti suatu delik akibat perbuatan buruk, busuk, jahat,
rusak atau suap.
Korupsi dikenal pembuktian terbalik terbatas yaitu orang yang diteriksa harta
bendanya oleh pengadilan tinggi wajib memberikan keterangan secukupnya yaitu
mengenai harta benda sendiri dan harta benda orang lain yang dipandang erat
hubungannnya menurut ketentuan pengadilan tinggi.
Jika membicarakan tentang
korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut
segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan di bawah
kekuasaan jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan
bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.
1. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
2. Korupsi: busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang dipercayakan
kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi)
Korupsi di Indonsia
dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada
tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960
yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang
dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membawakan hasil yang nyata.
Pada era Orde Baru, muncul
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando
Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan
iptek, modus operasi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang
tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah
dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun
korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami
krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya
menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde
Baru menuntut antara lain ditegakkannya supermasi hukum dan pemberantasan
Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di
dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
B.
Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi
1.
Bidang Demokrasi
Korupsi menunjukan
tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi
mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan
cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan
legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan, korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena
pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan
jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit
legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2. Bidang Ekonomi
Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi
juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak
efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga
karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan
pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun
ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah
birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan
menyebabkan pejabat untuk membuat aturan- aturan baru dan hambatan baru. Dimana
korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan “lapangan
perniagaan”. Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan
sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan
distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik
ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak.
Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan
praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi
juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup,
atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan
pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran
pemerintah.
3. Bidang Kesejahteraan Negara
Korupsi politis ada
dibanyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi
politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat
peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan
perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus “pro-bisnis” ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
C.
Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat
kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan
sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh.Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya
praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.
Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”.
Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para
koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998.
Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat.
Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap
masyarakat dan sistem pemerintahan secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan,
persamaan dan kesejahteraan yang merata.
D.
Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara
berkembang contohnya Indonesia ialah:
1. Proses
modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada lembaga-
lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya
“oknum”
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keagamaan,
kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak di
antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan alih
“kepentingan rakyat”
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa
sebagai berikut :
a) Partai politik sering inkonsisten, artinya
pendirian dan ideologinya sering berubah-ubah
sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
b) Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepentingan
umum.
c) Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba
mencari
keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
d) Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
e) Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok
kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
masyarakat besar
(rakyat).
f) Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor
di bidang
politik dan ekonomi-bisnis.
g) Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya
jabatan dan
hirarki politik kekuasaan.
E.
. Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan
dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya
pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan
melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi,
merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
a. Membangun
kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
b. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan
good
governance.
c. Membangun kepercayaan masyarakat.
d. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
e. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
F. Cara atau Upaya Memberantas Tindak Pidana Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
a. Upaya pencegahan (preventif).
b. Upaya penindakan (kuratif).
c. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
d. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
1. Strategi Preventif
a. Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal
yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus
dibuat upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi.
Disamping itu perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan
korupsi dan upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat
berhasil dan mampu mencegah adanya korupsi. Menanamkan semangat nasional yang
positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui
pendidikan formal, informal dan agama.
b. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tanggung jawab yang tinggi.
d. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
e. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis
tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan
melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jabatan di bawahnya.
2.
Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat
dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi
terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem- sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup
tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat
membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun
ilmu politik dan sosial.
Upaya penindakan, yaitu
dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan,
dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan
yang dilakukan oleh KPK .
a) Dugaan korupsi dalam
pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melakukan
pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta
(2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuangan
Negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
deposito dari
BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus
korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan Negara sebesar Rp 15,9
miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
3.
Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat
dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang
setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi.
Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus
dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak
pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan.
Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan
sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif
maupun secara represif antara lain :
1.
Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana
yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot
adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup
dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan
martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya”
dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada
yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada
alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman
mati.
2. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia
saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan
gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas
yang lain perlu bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan
dibentuknya koalisi dari partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini
pemberantasan korupsi hanya dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari
dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai politik yang bersangkutan.
Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (KPK, Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa
memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan
prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi
yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai
posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
4. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi
adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat
manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial
masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan
akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini
antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat
terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang
efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
5. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai
dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan
menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila
masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras
kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati
karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
Pemerintah setiap negara pada umumnya pasti telah melakukan langkah-langkah
untuk memberantas korupsi dengan membuat undang-undang. Indonesia juga membuat
undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu Undang-undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan mengalami
perubahan yaitu Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
G.
Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
a.
Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial
terkait dengan kepentingan publik.
b. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
d. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
H. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat)
a.
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah
organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan
melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha
pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW lahir di
Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang
menghendaki pemerintahan pasca-Soeharto yang bebas korupsi.
b. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang
bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi
nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di
Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
b.
Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia
berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2
sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta
hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola,
Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari
korupsi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Perbuatan
korupsi tidak mungkin dihapus dari muka bumi ini hanya dengan mengeluarkan
sebuah peraturan, bahkan dengan ancaman pidana yang cukup berat, yaitu pidana
mati pun. Usaha pembentuk undang-undang melalui pembuatan paraturan tersebut
terbatas, apabila tidak dibarengi dengan pemberantasan korupsi ini dengan
tindakan-tindakan lain, seperti bidang politik, ekonomi, pendidikan, dan
lainnya. Gejala yang dialami oleh Indonesia tersebut juga muncul di
negara-negara berkembang yang lain di dunia.
Dampak yang diakibatkan oleh
tindak pidana korupsi di segala bidang membuat Indonesia semakin terpuruk
karena banyak sekali terjadi kasus korupsi di Indonesia yang merugikan baik
pemerintah maupun masyarakat. Tindak pidana korupsi ini yang membuat Indonesia
semakin miskin.
Cara atau upaya memberantas
tindak pidana korupsi yang paling utama adalah gerakan “moral” yang secara
terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah kejahatan besar bagi
kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui gerakan moral
diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak,
menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan
menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan
melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langkah yang efektif membangun
peradaban bangsa yang bersih dari moral kor Dari teori yang telah kami sajikan,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau
orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest
(ketidakjujuran).
b.
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun
sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara
mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi.
c. Rakyat
kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering
menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.
d. Fenomena
umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok sosial
baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak
mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
alih “kepentingan rakyat”.
e. Peran
serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi.
f. Ada
beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di
Indonesia, antara lain upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan
(kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat).
Saran
a) Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
b) Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasikannya
di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Strategi pencegahan &
penegakan hukum Tindak Pidana Korupsi (Chaerudin,SH.,MH. Syafudin Ahmad Dinar,SH.,MH.
Syarif Fadillah,SH.,MH.) Modus Operandi Pelanggaran Keppres No. 80 tahun 2003
dari Perspektif KPK
http://wawasanfadhitya.blogspot.com/2012/upaya-pemberantasan-korupsi-diindonesia.html
http://nurulsolikha.blogspot.com/2011/upaya-pemberantasan-korupsi-di.html